Belajar Menulis Buku
Imron Rosidi, Kepala SMAN 1 Bangil yang Produktif Menulis Buku
Sepak terjang Dr. H. Imron Rosidi, M.Pd. dalam menulis buku tidak hanya berbuah royalti. Karena ketekunannya menulis pula, Kepala SMAN 1 Bangil ini berhasil menyabet beragam prestasi membanggakan. Ia bahkan bisa meraih gelar doktor dan terbang ke Amerika.
————————–
FOTO saat menerima penghargaan Satya Lencana Pendidikan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi salah satu bukti. Imron Rosidi bukanlah tenaga pendidik sembarangan. Melainkan sosok yang memiliki seabrek prestasi.
Gambar tersebut terpajang di ruangan yang ditempatinya di SMAN 1 Bangil. Foto tersebut bukan satu-satunya yang terpajang. Ada beragam foto dan kesemuanya memiliki kesan mendalam baginya.
“Ini salah satu foto ketika saya menerima Satya Lecana dari Pak Presiden SBY tahun 2011,” ungkap Imron menunjuk foto yang terpampang di dinding ruangan Kepala SMAN 1 Bangil.
Prestasi membanggakan itu bukan satu-satunya yang didapatkannya. Ada seabrek prestasi lain yang diraih. Termasuk ketika ia memenangi lomba guru tingkat nasional pada 1997. Hingga prestasi atas karyanya mengangkat dampak penambangan batu terhadap populasi binatang tahun 1992. Dan masih ada sejumlah prestasi membanggakan lain.
Yang terbaru, ia berhasil masuk sebagai 10 penulis buku nonfiksi yang mendapat apresiasi dari Gubernur Jatim. Prestasi demi prestasi yang diraihnya itu, tak lepas dari kegemarannya melakukan penelitian dan merumuskannya dalam sebuah tulisan.
Sudah tak terhitung banyaknya karya tulisannya. Sampai-sampai ia lupa jumlah keseluruhannya.
“Pastinya berapa saya lupa. Tapi kalau yang sudah diterbitkan menjadi buku umum nonfiksi, kurang lebih ada 26 buku,” ungkap lelaki yang tinggal di Bugul, Kota Pasuruan, ini.
Imron menceritakan, kegemarannya menulis dimulai ketika dirinya masih SMA. Kala itu, ia sekadar menulis artikel atau puisi yang dikirimkannya ke surat kabar.
Keasikannya itu berlanjut hingga masuk perguruan tinggi. Imron yang kuliah D-3 jurusan Bahasa di IKIP Surabaya, mulai mengembangkan diri. Tak hanya menulis di surat kabar. Tetapi, mulai menulis di koran kampus. Sampai dirinya lulus kuliah tahun 1988.
Suami dari Farihatul Lailah ini kemudian menjadi guru di SMAN 1 Sukapura, Pulau Bawean, Gresik. “Saat itulah, saya mulai memberanikan diri menulis buku,” kisahnya.
Awalnya, ia dipandang sebelah mata oleh guru-guru seniornya. Dia yang hanya berlatar belakang pendidikan D-3, dianggap sepele oleh mereka yang sudah bergelar sarjana. Namun, tekadnya yang bulat tak mengurungkan niatnya.
Ia terus berkarya, meski dengan alat seadanya. Sampai tangannya kapalan, lantaran menggunakan mesin ketik lama.
“Dihina dan dipandang sebelah mata. Itu awalnya. Tapi, saya tidak merasa kecil hati. Malah semakin termotivasi untuk menunjukkan kalau saya bisa,” kenang bapak dua anak tersebut.
Buku yang ditulisnya, semula hanya berupakan buku-buku pelajaran untuk SMA. Karyanya itu ia kirimkan ke penerbit, Yayasan Asih Asah Asuh Malang (YA3 Malang). Tak disangka, karyanya diterima dan diterbitkan puluhan ribu eksemplar. Bahkan, ia juga diminta membuat buku pelajaran untuk SMP.
Perasaan senang dan tak percaya campur aduk dalam hatinya. Apalagi, ketika ia mengetahui buku pelajaran karyanya disebar ke sekolah-sekolah.
“Ada perasaan senang dan bangga. Bisa membuktikan kalau saya bisa,” tuturnya.
Dia makin bahagia saat mendapatkan royalti dari hasil tulisannya. Ia disuruh memilih. Mobil, komputer, atau cek. Ia memilik cek yang semula dikira kosong, lantaran tidak bisa dicairkan. Cek dia pilih, karena kala itu ia tidak bisa mengendarai mobil.
“Ternyata setelah diberi tahu caranya mencairkan, dana yang ada mencapai Rp 30 juta. Jumlah yang tidak sedikit di tahun 1990-an,” ungkapnya.
Namun, royalti itu tidak untuknya sendiri. Tapi, untuk membiayai anak-anak di kampungnya agar mendapatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan. Termasuk membuka studio foto untuk pengembangan diri anak-anak di kampungnya kala itu.
Berangkat dari situ pula, YA3 Malang menyuruhnya untuk melanjutkan studi sarjana. Biayanya ditanggung dari hasil royalti atas pencetakan buku pelajaran yang dibuatnya.
“Saya melanjutkan studi dan lulus sarjana Bahasa Indonesia di IKIP Malang (UM) tahun 1994 silam,” ulasnya.
Untuk pengembangan diri, ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Penulis kala itu. Lama berkecimpung dengan penulisan buku pelajaran, ternyata membuatnya merasa jenuh. Dari perasan bosan itulah, ia mulai menulis buku-buku umum. Di antaranya, Menulis Siapa Takut.
Buku itu ditulisnya tahun 2009. Ketika ia masih menempuh pendidikan Strata 2. Bukan tanpa alasan. “Saya ingin memotivasi generasi muda, untuk tidak takut menulis,” sampainya.
Dari situlah, ia semakin termotivasi untuk menulis buku umum. Beragam judul karya tulis pun dibuatnya. Buku karyanya pun dicetak dan disebar ke hampir semua perpustakaan di Indonesia. Misalnya, Goresan Pena Guru Berprestasi, Sekolah Para Peneliti, dan aneka tulisan lainnya.
Dosen pascasarjana Uniwara STKIP Pasuruan dan kampus Dalwa Bangil ini menambahkan, dengan menulis ia bisa meraih kesehatan jasmani dan rohani. Bahkan, pundi-pundi rupiah bisa didapati.
“Studi dari sarjana, magister, hingga meraih gelar doktor, biayanya saya dapatkan dari hasil menulis. Perekonomian kami benar-benar terangkat. Jadi, sesuai judul buku yang saya tulis, Ayo Jangan Takut Menulis,” ajak lelaki kelahiran Surabaya, 10 Juni 1966 tersebut.
Ketekunannya menulis dan keuletannya membuat dia dipercaya menjadi wakil dalam pertukaran tokoh masyarakat Indonesia dengan Amerika tahun 2006. Ia menjadi wakil kalangan guru untuk terbang ke Amerika.
Imron mengaku, ada pengalaman menarik ketika ke Amerika. Ia sempat ditahan di bandara lantaran dikira teroris.
“Waktu itu kan sedang kalut-kalutnya isu teroris. Saya ditahan, karena nama saya Imron, dikira saya teroris. Setelah menjalani pemeriksaan, saya pun dinyatakan bersih dan dipersilakan untuk melanjutkan rencana perjalanan,” cerita dia.
Selain terbang ke Amerika, Imron pernah menjadi wakil bagi guru untuk ke Sydney dan Melbourne tahun 2011. “Saya dipercaya menjadi wakil dari Indonesia, karena mendapat predikat guru berprestasi tingkat nasional,” simpulnya.
Meski diselimuti kesibukan, bukan halangan untuk menulis. Saat ini, sejumlah karya buku sedang dirancangnya. Termasuk biografi tentang dirinya. “Saya memang ingin apa yang saya lalui, bisa menjadi inspirasi bagi semuanya,” tegas dia. (one/hn)
Komentar
Posting Komentar